Sugeng Rawuh Poro Tamu dumugi ing situs ipun mas Puthut Wibowo.....ampun di isin isin njihh,amargi niki taseh ajaran

menanti 10 April

23.53 WITA
29 Mei 2010


kerjaan malam ini sudah selesai.
alhamdulillah semua lancar.
perut pun juga sudah penuh terisi dengan irisan irisan lontong yang diolah bibi gado gado.
besok sudah tanggal 30.
gajian baru masuk entar tanggal 31.

terasa semakin dekat dengan hari kepulangan ku ke kampung halaman.ya kira kira sebelas hari lagi lah....tiket sudah dipesan,walopun bukan tiket pulang pergi,tapi sudah cukup membuat beban pikiran ini sedikit terlepaskan....

mudah mudahan entar pas hari H,semuanya berjalan lancar.

masalah masalah lain sudah menunggu didepan mata....
ijin dari kerjaan belum diurus.ijin kuliah pun sama...
tiket balik belum terpikirkan,apalagi mikirin oleh oleh buat temen temen.
ooo ya tadi siang pacare adikku juga minta oleh oleh...waduhhh tambah mumet ki....

tapi dibalik masalah itu semua,ada satu hal yang aku sangat takutkan....
aku takut kalo nanti pas di jawa,rasa itu datang lagi....
aku tak menginginkan lagi ada Untitled 2....
tak terbayang jika rasa itu datang lagi....

sudah tak sabar lagi ketemu sama pak e sama mamak e di rumah...
sudah tak sabar lagi maen futsal sama cah cah ngreden
sudah tak sabar lagi pengen maen bareng bayu dan anaknya Lek Budi



share on facebook

Read More......

Sejarah Pasoepati

Pasoepati adalah nama sebuah kelompok suporter sepak bola yang berasal dari kota Solo. Terbentuknya Pasoepati tidak terlepas dengan kehadiran klub sepak bola Pelita Jaya yang pernah berkandang di stadion Manahan tahun 2000 lalu. Sembilan Februari 2000 lahirlah kelompok suporter Pelita, bernama Pasukan Soeporter Pelita Sejati atau yang disingkat dengan sebutan Pasoepati.



Sinergi Pelita dan Pasoepati saat itu menjadi gairah baru yang mempersatukan publik bola Solo dan sekitarnya. Pasoepati adalah hasil akal budi seorang praktisi periklanan Solo, Mayor Haristanto. Ia mengambil prakarsa ketika tak ada wong Solo berani jemput bola guna membangun organisasi suporter ketika publik bola Solo terserang euforia karena tiba-tiba hadir tim elit Liga Indonesia di kotanya. Dengan menunggangi gairah warga Solo yang meluap, dipadu sinergi cerdas dengan media massa lokal dan nasional, Pasoepati meroket menjadi meteor di kancah persepakbolaan nasional.

Dalam perjalanan Pasoepati yang sudah berumur 10 tahun ini, Pasoepati tercatat sudah memberikan dukungannya kepada tiga klub yang pernah ada di kota Solo. Diawali di tahun 2000 dengan kehadiran Pelita Jaya yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Pasoepati.

Di tahun 2003, hengkangnya Pelita dari kota Solo kemudian digantikan oleh klub asal Jakarta Timur yang kemudian meleburkan namanya sebagai Persijatim SOLO FC. Namun, nostalgia Pasoepati dengan Persijatim ternyata hanya berlangsung selama 3 tahun. Dan di tahun 2006, Pasoepati akhirnya mengikrarkan dirinya untuk mendukung tim asli daerah, Persis Solo, seiring juga prestasinya berpromosi ke divisi utama.

Jangan pernah menanyakan tentang loyalitas kepada Pasoepati. Meski harus dihadapkan dengan situasi klub kebanggaannya (Persis Solo) yang saat ini terbilang minim sekali prestasi, Pasoepati tetap setia dan mempunyai loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap klub yang didukungnya.



Meski berasal dari kota Solo, namun Pasoepati juga mendapatkan dukungan dari masyarakat luas di kabupaten Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar dan Wonogiri. Dukungan luas dari berbagai daerah menjadikan Pasoepati sebagai salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia. Pasoepati telah berhasil menjadi wadah pemersatu puluhan ribu warga Solo dan sekitarnya untuk bisa saling bersatu, saling bahu-membahu mendukung sebuah tim sepak bola yang bisa membuat bangga kota Solo tercinta.

Berdiri :
Rabu Legi, 9 Februari 2000 di Griya Reka Grupe Mayor, Jalan Kolonel Sugiyono 37, Solo.

Pencetus nama :
Suwarmin

Bunda Pasoepati :
Kris Pujiatni, S.Psi

Pendiri :
Arno Suparno, Bambang Eko S, Bimo Putranto, Dencis, Deny Susanto, Donny, Dwi, Hariyanto, Iwan Budi Prasetyo, Maeda Daneswara, Mashadi “Pete”, Mayor Haristanto, Rio, Siswanto, Sukimo, Sukirno, Supriyadi “Ateng”, Suwandi, Suwarmin, Tommy, Wawan.

artikel dan photo diambil dari www.pasoepati.net

share on facebook

Read More......

Sam Yuli Sumpil (Aremania)

Bagi yang belum mengenal Yuli Sumpil, tokoh dalam The Conductors, film dokumenter teranyar karya Andi Bachtiar Yusuf.
The Conductors berusaha untuk mengungkap sisi lain dari Addie MS (Twilite Orchestra), AG Sudibyo (Paduan Suara Mahasiswa UI) dan Yuli “Sumpil” (Aremania), menampilkan kiat dan semangat dari anak manusia yang sangat mencintai profesinya tersebut. Film yang telah diputar pada ajang Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2007 lalu tersebut merupakan karya dokumenter kedua pria yang lebih akrab dipanggil “Ucup” setelah The Jak (2007). Dan setelah premiere di Jakarta, akan diputar di Bandung, Malang, Semarang, Yogyakarta, Jember, Purwokerto, Pusan (Korea Selatan).



“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,”


Laki-laki muda itu sudah menjadi suporter fanatik klub sepakbola kotanya sejak masih anak-anak. Ia lahir dan tinggal di Malang, Jawa Timur, dan klub sepakbola itu bernama Arema (Arek Malang). Yuli Sugianto adalah salah satu suporter paling populer di kalangan Aremania, sebutan bagi suporter Arema. Bersama suporter Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya) yang disebut Bonek (bandha nekat, modal nekat), Aremania terkenal sebagai suporter paling fanatik dalam sejarah sepakbola Indonesia.

Yuli berkisah sudah sejak anak-anak ia selalu berusaha melakukan apa saja demi menonton pertandingan Arema. Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya, jika tak ingin terlambat datang ke stadion, ia harus membolos sekolah sore. Dan jika pertandingan berlangsung di luar kota, itu berarti ia harus siap sejak pagi, bersiap menunggu di pinggir jalan raya, dan siap melompat ke dalam bak truk atau mobil angkutan barang lain untuk menuju kota tujuan.

Sekarang Yuli adalah dirigen Aremania. Seorang dirigen, layaknya seorang konduktor dalam pertunjukan orkestra, adalah orang yang memimpin para suporter untuk menyanyi dan menari dalam sebuah pertandingan sepakbola. Seorang dirigen menentukan lagu mana yang harus dinyanyikan dan gerakan tubuh macam apa yang mesti dilakukan. Aremania punya dua dirigen. Selain Yuli juga ada Yosep, yang biasa dipanggil Kepet.

Di kalangan Aremania, dirigen dipilih dengan cara yang tidak terlalu rumit. Tidak ada pemungutan sura yang berlangsung dengan ketat. Seseorang dipilih menjadi dirigen karena penampilan fisiknya yang menarik (ceria, nyentrik, dll.), kemampuannya berkomunikasi dengan suporter lain, dan kemampuannya membangkitkan semangat suporter untuk terus memotivasi tim yang didukungnya. Oleh sejumlah suporter seorang dirigen ditunjuk dengan cara yang sulit dijelaskan, hampir kebetulan saja, sebelum sebuah pertandingan sepakbola dimainkan. Tetapi begitu seorang dirigen terpilih, jabatan itu akan disandangnya terus, tanpa batas waktu yang jelas, sampai ia mengundurkan diri atau kehilangan kemampuan untuk memimpin. Begitulah, tujuh tahun lalu dan Kepet terpilih begitu saja sebagai dirigen Aremania. Dan hanya kepada mereka berdualah 30 ribuan Aremania mau tunduk. “Mungkin saya dipilih karena berambut gondrong dan suka menari sambil memanjat pagar pembatas lapangan. Kalau Kepet mungkin karena ia punya banyak teman. Ia kan tinggal dekat stadion,” kata Yuli.



Di Stadion Gajayana Malang, markas Arema, Yuli dan Kepet mesti berbagi wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaan Yuli adalah tribun bagian timur, tepat di bawah papan skor. Wilayah Kepet adalah tribun bagian selatan. Sementara tribun VIP dibiarkan tanpa dirigen.

Pertandingan sepakbola biasanya dimulai jam 4 sore, tetapi para suporter sudah memadati stadion sejak 2 jam sebelumnya. Mereka memainkan genderang, terompet, menyanyi, menari dan menyulut kembang api dan petasan. Sebelum dirigen datang, atraksi-atraksi ini berlangsung sporadis, dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak kompak. Tetapi begitu mereka melihat kedatangan Yuli dan Kepet, secara otomatis semuanya akan bertepuk tangan dan bertempik-sorak seperti menyambut kedatangan presiden mereka. Yuli dan Kepet tersenyum, dan begitu mereka melambaikan tangan, ribuan suporter ini menjadi lebih tenang. Semua musik, lagu, dan tarian dihentikan. Yuli dan Kepet akan segera menaiki singgasana mereka, yaitu pagar besi pembatas lapangan setinggi 2 meter. Mereka mulai menjalankan tugasnya; sambil berdiri di atas pagar menghadap ke tribun penonton mereka menggerakkan tangan dan kaki, memiringkan dan memutar tubuhnya ke kiri, kanan, depan, dan belakang sebagai alat untuk memberi aba-aba. Ribuan penonton menjadi kompak dan memainkan musik, menyanyi, dan menari. Semuanya mengikuti aba-aba dan contoh gerakan yang dilakukan Yuli dan Kepet.

Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, Yuli dan Kepet memberi aba-aba berhenti. Kalau mereka sudah menaikkan tangan kanan ke atas, itu artinya tarian akan berhenti dan para suporter akan segera menyanyikan lagu Padamu Negeri.[1] Para pemain memasuki lapangan, wasit meniup peluit, pertandingan segera dimulai, tarian dan lagu dimainkan kembali. Karena atraksi-atraksinya yang menarik, Arema pernah memenangi penghargaan suporter terbaik dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Satu-satunya kelompok suporter besar yang tetap tinggal “liar” adalah Aremania. Klub dan Pemda tidak memberi bantuan dana atau berkeinginan membuat organisasi formal untuk suporter. Para suporter tetap membuat kelompoknya sendiri dengan keinginan mereka sendiri, kelompok-kelompok ini mereka sebut dengan Korwil (Koordinator Wiyalah). Di Malang sekarang ini sekurang-kurangnya ada 125 Korwil Aremania. Tiap Korwil punya seorang ketua yang hanya bertugas mengumpulkan suporter di wilayahnya menjelang Arema bertanding. “Tidak perlu organisasi-organisasian. Kalau ada organisasi itu repot, nanti malah diatur-atur, disuruh begini, disuruh begitu, bayar ini, bayar itu. Apalagi kalau sampai dikait-kaitkan sama partai politik segala,” kata Ponidi—dikenal sebagai Tembel—Ketua Korwil Stasiun. Meski tiap Korwil punya ciri khas sendiri, yang ditandai dengan bendera, spanduk, seragam, dan dandanannya, komando di stadion tetap ada di tangan dirigen. Hanya Yuli dan Kepet yang mampu mengatur dan menenangkan merea. “Pengurus klub atau walikota sekalipun tidak akan bisa ada artinya bagi suporter. Dia tak akan mampu mengatur 30 ribu orang. Tapi begitu Yuli atau Kepet yang ngomong, ya semuanya manut,” jelas Tembel.

Yuli adalah pemuda dari keluarga miskin yang tinggal di sebuah kampung di bagian timur Malang. Sebelum menjadi dirigen Aremania, sejak lulus dari sebuah Madarasah Aliyah, Yuli bekerja sebagai pencuci mikrolet—angkutan umum dalam kota. Ia biasa bekerja dari jam 4 sore hingga jam 12 malam, dari pekerjaannya, dalam sehari Yuli bisa memeroleh 10 ribu hingga 15 ribu rupiah.

Sejak menjadi dirigen, Yuli praktis berhenti bekerja. Menurutnya pilihan ini adalah saran orangtuanya yang tak tahan melihat Yuli menghabiskan hampir semua waktunya untuk mengurusi sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Ia kini menggantungkan hidupnya pada orangtuanya. Bapaknya, Asip, bekerja sebagai tukang kayu panggilan. Semenntara ibunya, Juwariyah, mendapatkan uang dengan menjual makanan rumahan bikinannya ke warung-warung di sekitar kampungnya. Yuli mengatakan setiap hari mendapat uang saku antara 500 hingga 2000 rupiah dari bapak atau ibunya. “Yul, ini ada sedikit uang untuk beli rokok,” kata Yuli menirukan ibunya.

Jika Liga sedang berjalan—yang berarti setiap minggu hampir selalu saja ada pertandingan sepakbola—Yuli harus menyisihkan sedikit jatah uang rokoknya agar bisa membeli tikat dan masuk stadion. Tetapi kalau kondisi keuangan keluarganya yang benar-benar sulit, Yuli kadang terpaksa menjual asesoris-asesoris suporternya untuk bisa membeli tiket. Tak jarang ia harus merelakan kaus atau syal kesayangannya dengan harga 10 hingga 20 ribu rupiah. “Sebenarnya sedih juga, karena barang-barang itu punya nilai sejarah bagi saya. Tapi saya akan lebih sedih lagi kalau tidak bisa masuk ke stadion dan menjadi dirigen bagi teman-teman,” katanya. Kadang-kadang Yuli juga membantu menjual tiket pertandingan. Beberapa hari sebelum pertandingan Yuli akan mengambil tiket di Mess Arema. Untuk tiap tiket seharga 10 ribu rupiah bisa dijualnya ia mendapat bagian 10 persen atau seribu rupiah. Agar bisa nonton pertandingan sekurang-kurangnya Yuli harus bisa menjual 10 tiket.

Seperti kebanyakan pemuda kota yang tinggal di kampung padat dan miskin, Yuli gemar sepakbola dan sering terlibat tawuran (perkelahian massal) antarkampung. “Buat saya dulu tawuran adalah bagian dari sepakbola. Sepakbola nggak ada tawuran seperti sepakbola banci,” kata Yuli. Ia kemudian bercerita, beberapa tahun lalu—sebelum menjadi dirigen—bersama 30 temannya ia datang ke Jakarta untuk melihat Arema bertanding. Ia berangkat dari rumah dengan sudah menyiapkan sebilah pedang. “Waktu itu, ini perlengkapan standar,” katanya. Di Jakarta ia terlibat bentrokan dengan kelompok Bonek di depan Stasiun Pasar Senen. Mula-mula hanya saling melempar batu, tapi kemudian menjadi saling kejar, memukul dengan potongan kayu atau besi, bahkan hingga sabetan pedang. “Yang saya ingat, keesokan harinya saya baca di koran ternyata ada 3 orang Bonek yang mati. Sementara kami semua selamat,” katanya.

Yuli kini ingin melupakan masa lalunya. Di ruang tamu rumahnya yang sempit, ia memasang fotonya ketika bersalaman dengan Ketua PSSI Agum Gumelar. Di foto itu, Yuli—berambut gondrong dan berkaus Arema warna biru—tampak tersenyum bangga. Katanya, “Saya diundang di acara pembukaan Liga Indonesia dan dikirimi tiket pesawat untuk hadir mewakili suporter”.

Karena tak bekerja, sehari-hari Yuli menghabiskan waktunya dengan nongkrong sja. Saya ingat waktu bertemu dengannya pertama kali tiga tahun lalu, ia tengah nongkrong di Salon Cimenk yang terletak beberapa ratus meter saja dari rumahnya. Didik, pemilik salon ini, adalah teman Yuli sesama Aremania. Ketika saya datang rupanya mereka sedang membicarakan rencana menjahit pakaian dirigen baru buat Yuli. Untuk urusan dandanan Yuli mengaku memang sering dibantu Didik. Sekali mencat rambut ia cuma akan membayar 10 atau 20 ribu. Tapi Yuli lebih sering tak membayar, karena ia memang jarang punya cukup uang. Suatu ketika karena merasa sungkan dan terlalu sering tidak membayar, sebelum berangkat ke stadion Yuli pernah mencat saja rambut gondrongnya dengan cat kayu, warna biru. Jelasnya, “Agar mudah membersihkannya, saya lumuri dulu rambut saya dengan minyak goreng, setelah itu baru saya cat. Saya ingin selalu bisa menarik perhatian di lapangan.”



Yuli punya cukup banyak koleksi asesoris Aremania. Dengan bersemangat ia menunjukkan koleksi kaus dan pakaian dirigennya pada saya. Yuli punya macam-macam kaus Arema, dari kaus seperti yang dipakai para pemain—warna biru putih—sampai kaus-kaus bergambar kepala singa, lambang Arema, yang memang punya julukan sebagai tim Singo Edan (singa gila). Kebanyakan kaus macam ini bertuliskan “Kera Ngalam” atau “Ongis Nade”. Keduanya adalah bahasa slang Malang yang berarti “Arek Malang” dan “Singo Edan”.

“Saya biasanya pakai kaus Arema, tapi bawahannya bisa ganti-ganti, yang penting warna dan modelnya menyolok mata. Seorang teman suporter pernah memberi saya pakaian Skotlandia,” kata Yuli sembari mengeluarkan pakaian bermotif kotak-kotak khas skotlandia dari lemarinya. Sebentar kemudian ia mengeluarkan lagi beberapa pakaian, dari yang berbahan kulit sintetis hingga kain sarung dan kain perca. Hampir semua pakaian ini dirancang sendiri oleh Yuli. Biasanya ia mendapat ide model-model pakaian baru setelah menonton pertandingan sepakbola Liga Italia atau Inggris di televisi.

Saya membuka-buka koleksi foto Yuli. Ia memberikan penjelasan detil untuk tiap foto yang saya lihat. Ketika saya sampai pada sebuh foto yang memerlihatkan sepasang lelaki dan perempuan berbaju pengantin, sementara di sekelilingnya adalah laki-laki dan peremuan yang semuanya berkaos biru Arema, Yuli menjelaskan bahwa itu adalah acara pernikahan seorang Aremania. Ia malah menceritakan tentang seorang Aremania lain yang naik haji ke Mekkah dengan membawa syal dan bendera Arema.

Kamar Yuli kecil saja, 3 kali 3 meter. Dindingnya dicat biru, dipenuhi poster dan macam-macam hiasan dinding yang berbau Arema. Sebuah poster paling besar, kira-kira berukuran 1 kali 1,5 meter, dibuat dengan teknik cetak yang baik, memerlihatkan gambar kepala singa, foto tim Arema, dan ribuan suporter Arema. Bagian bawah poster itu bertuliskan “Di saat prestasi bangsa Indonesia sedang terpuruk, bumi pertiwi bersimbah darah, nusantara sedang tercabik, Aremania melalui panggung sepakbola telah membuat jutaan pasang mata di layar kaca terkagum oleh sportivitas,” kemudian dilanjutkan dengan kalimat-kalimat berbahasa Inggris, “Aremania, pride of the city, friendship without frontier, footbal without violence, the incorporable suporter, the incredible Malangese”.



Di kamar ini Yuli mengarang tarian dan lagu-lagu buat Aremania. Sebenarnya ia tak benar benar-benar mengarang, ia hanya memodifikasi saja syair lagu-lagu yang sudah ada, sementara nada dan iramanya tetap dipertahankan. Sumbernya bisa datang dari mana saja. Bisa lagu-lagu tentara Indonesia, lagu pop, lagu anak-anak, lagu pramuka, lagu selamat ulang tahun, sampai lagu suporter Juventus, suporter kesebelasan Cili, atau lagu marinir Amerika yang dilihatnya di film atau televisi. Yuli hafal di luar kepala semua lagu yang berjumlah 30-an itu. Untuk tarian, Yuli mengaku sekenanya saja. Prinsipnya adalah ia harus bisa membuat gerakan tubuh yang mudah ditirukan dan dingat orang lain. Menurut Yuli, seringkali para suporter juga memberikan usulan tarian dan lagu baru beberapa saat sebelum sebuah pertandingan dimulai.

Kini orang ramai berdatangan ke Stadion Gajayana. Mereka datang bukan hanya untuk sepakbola, tetapi juga untuk melihat bagaimana Aremania menyanyi dan menari. Dulu menonton sepakbola di Gajayana hanyalah monopoli orang-orang pribumi laki-laki, tapi kini perempuan dan orang-orang keturunan Cina juga datang menonton ke stadion. Hampir-hampir tak ada lagi kerusuhan dan perkelahian.

“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miiskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,” kata Yuli.

artikel diambil dari news.aremania.com

share on facebook

Read More......

Kunci Sukses Arema Indonesia

satu kata yang menjadi kunci sukses Arema Indonesia berhasil memimpin klasemen sementara Indonesian Super League,serta berhasil lolos ke babak 8 besar Piala Indonesia,yaitu Kekompakan.

Arema Indonesia sudah di set memiliki rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan antar pemain.

berikut ini foto foto yang menunjukkan rasa kebersamaan itu...


personil Arema refreshing (mancing) bersama,sambil memupuk kekompakan.



Footballers Wife: Istri pemain-pemain Arema pun tak ketinggalan memberi dukungan langsung kepada punggawa Arema



akrab dan low profile: Noh Alam Shah bersama match steward Arema



Arema Indonesia berhasil menggabungkan generasi tua dan generasi muda



hubungan antara pemain dan pelatih yang sangat harmonis



Sayang anak: Bapak dan ibu Bustomi setia menunggu putranya di tribun, tak lupa dengan makanan favorit: kacang kedelai



semua pemain diperlakukan adil.sehingga tidak terdapat kesenjangan sosial yang bisa menghancurkan sebuah tim.



Aremania sebagai pemain ke 12 menjadi faktor terbesar kesuksesan Arema Indonesia.

foto foto diatas diambil dari flickr ongisnade



share on facebook

Read More......

Foto Foto punggawa Tim Thomas & Uber Indonesia 2010

semua foto dibawah ini diambil dari detiksport.com


Sekelompok warga Indonesia yang berada di Malaysia, datang memberi dukungan kepada arjuna dan srikandi "Merah Putih" di Putra Stadium, Bukit Jalil.


Dalam usianya yang 32 tahun Nova Widianto adalah pemain paling senior di skuad Piala Thomas Indonesia 2010. Minum apa tuh?


Pelatih Marleve Mainaky memberi instruksi kepada Maria Febe Kusumastuti saat bertanding melawan tunggal pertama Australia, Leanne Choo.


Nitya Krishinda Maheswari (kiri) dan Greysia Polii di ruang ganti setelah mengalahkan Renuga Veeran/He Tian Tang dengan 21-16 dan 21-11. Mereka turun di partai kedua dan berhasil menyumbangkan satu poin untuk Indonesia.


Aksi ganda putri Shendy Puspa Irawati/Lilyana Natsir saat mengalahkan pasangan Australia, Kate Wilson Smith/Eugenia Tanaka, dengan 21-13 dan 21-11.


Taufik Hidayat membawa Indonesia unggul 1-0 atas India setelah mengalahkan Kashyap Parupalli. Sementara 2 kemenangan lainnya didapat dari partai ganda Markis Kido/Hendra Setiawan atas Sanave Thomas/Akhsay Dewalkar dan tunggal kedua Simon Santoso atas Arvind Bhatt.


Tunggal putri pertama Indonesia, Maria Febe Kusumastuti, tersenyum sebelum turun ke lapangan di Putra Stadium, Bukit Jalil. Ia memberi poin pertama dengan mengalahkan Leanne Choo 21-13 21-5.


Ekspresi Maria Kristin setelah memastikan Indonesia ke semifinal.


Jalannya pertandingan antara Mew Choo Wong (atas) melawan Adriyanti Firdasari.


Kepastian Tim Thomas Indonesia mengambil satu tempat di semifinal di dapat setelah Simon Santoso menghempaskan perlawanan Arvind Bhatt, 21-8, 21-10. Di babak empat besar, tim Thomas Indonesia akan berhadapan dengan tim Jerman atau Jepang.

semua foto diatas diambil dari detiksport.com



share on facebook

Read More......

Maria Kristin Yulianti

Seperti biasa hari ini aku bangun siang hari lagi....
kulihat jam dinding ku dah pukul 2 siang.
ku dengar di ruang tamu paman,bibiku dan anaknya kuciak kuciak (teriak teriak)...langsung aja aku bangun langsung cuci muka sambil melirik mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi....
eeeee ternyata mereka lagi nonton tipi...
aku baru sadar kalo hari ini ada pertandingan perempatfinal Uber Cup antara Tim Indonesia melawan tuan rumah Malaysia yang disiarkan langsung oleh TRANS 7.


tahu gitu,aku pun malah sekalian mandi aja...
selesai mandi,aku gabung dengan keluargane pamanku nonton tipi.
tapi aku dah ketinggalan 2 partai....
penyiarnya bilang kalo partai pertama yaitu tunggal putri Ardiyanti Firdasari berhasil mengatasi Wong Mei Chou,dua set langsung.sedangkan di partai kedua yaitu partai ganda,Indonesia berhasil menang lewat ganda putri Gressya Polli dan Melyana Jauharri...
untung saja aku masih kebagian partai ketiga.
kali ini yang bertanding adalah pemain idolaku,Maria Kristin Yulianti sebagai tunggal kedua.




aku mengidolai dia karena dia keren bagiku.
kulitnya jawa banget,manies pula.
tubuhnya sangat sangat proporsional.
cewek kelahiran Tuban pada 25 Juni 1985 ini kalem sekali saat bertanding.
wajahnya tanpa ekspresi sama sekali.
punya pukulan yang sangat matang dan mematikan bagi lawan,walaupun dia jarang melakukan smash.



lihat profil Maria K Yulianti di PB Djarum



dia adalah atlet yang sangat bertalenta.pertama kali menjadi wakil negara pada ASEAN School 2002 di Malaysia.



pemain yang memilikii hobi shopping dan membaca ini sempat mengalami cedera yang cukup menghambat karir bulutangkisnya.
sampai sekarang pun, balutan decker biru selalu menghiasi kaki kanan nya di saat bertanding.



tapi alhamdulillah,siang tadi Yulianti berhasil mengkandaskan tunggal putri tuan rumah dua set langsung dan berhasil mengantarkan Tim Uber Indonesia maju ke semifinal Thomas & Uber Cup 2010 yang akan menghadapi Tim China.



mari kita dukung M K Yulianti dan kawan kawan supaya dapat mengembalikan lagi Piala Thomas dan Uber kembali ke Negeri tercinta Indonesia.






share on facebook

Read More......

Aremania Jalur Gaza

artikel dari tribunaremania.com
Dikirim oleh Rey Radika



Salam satu jiwa Arema Indonesia. Puncak prestasi Arema bukanlah bertengger di posisi puncak klasemen liga ISL, namun Kemenangan yg diraih pada setiap laga pertandingan Arema Indonesia dan menjadikan itu JUARA. Faktor2 dilapangan tidak hanya taktik dan teknik dari pelatih, tetapi dukungan dan antusiasme dari supporter Arema yaitu Aremania.

Dimanapun Arema berlaga slalu ada Aremania yg mendukungnya, membuat para pemain bermotivasi ganda untuk menjalani setiap pertandingan.





Aremania yang tak pernah lelah mendukung tim kebanggan Arema Indonesia yg berlaga disetiap pertandingan. Tak terkecuali Aremania Jalur Gaza, sama dengan Aremania lain yang haus kreatifitas dan tak lelah memberikan dukungan terhadap tim pujaannya. Yang membedakan Aremania Jalur Gaza hanyalah letak geografi jalur gaza (Jalur Maut) dimana letak Jalur gaza (Jalur Maut) ini lepas dari Kabupaten Malang yaitu Pandaan, Tretes dan Trawas yg berdampingan dengan supporter lain seperti bonek, deltrasmania dan the lassak.



Walaupun jarak Pandaan ke Kepanjen cukup jauh, namun motivasi kami makin bertambah karena dukungan kami hanya untuk Arema Indonesia. Tak jarang setiap pulang dari mendukung tim kebanggan, kami sering mendapat sedikit gangguan dari oknum2 suporter lain. Luka2 akibat lemparan batu, kawan kami yg jadi bulan2an oknum tersebut. Namun dari itu semua kami tak kan pernah takut dan tak pernah luntur semangat untuk mendukung tim Kebanggaan Arema Indonesia. Karena kami Satu Jiwa untuk Arema Indonesia.



Aremania Jalur Gaza dulunya adalah Aremania pandaan yang lahir mulai tahun 2001 – 2002 dan mempunyai sekitar 100 orang. Sejak Arema Malang berganti Arema Indonesia, Aremania Pandaan berubah nama menjadi Aremania Jalur Gaza dengan meninggalkan sistem kedaerahannya karena Aremania Jalur gaza tidak berasal dari Pandaan saja namun juga dari, Tretes, dan Trawas.



Lahirnya Aremania Jalur Gaza ini tentu tidak bisa berdiri sendiri, namun dibantu oleh para dedengkot Aremania seperti Amin korwil sukorejo, Cak Sur tattoo dan Sam Helos Wagir. Aremania Jalur Gaza sudah memiliki KTA agar lebih mudah mengkoordinir dan tdk mudah disusupi oleh Oknum2 yg tidak bertanggung jawab.



Visi dan misi Aremania Jalur Gaza,Visi untuk mendukung Arema dimanapun berada, menjaga nama baik Arema dan Aremania. Misi Aremania Jalur Gaza untuk mendirikan sebuah korwil tetap, agar selalu bisa selalu mendampingi tim kesayangan Arema Indonesia. Aremania itu tidak kemana mana namun ada dimana mana, Kita tetap satu untuk Arema Indonesia. Salam satu Jiwa


share on facebook

Read More......

04 MEI

hari ini Selasa empat Mei 2010
tepat 23 tahun aku menjalani kehidupan ini.

23 tahun lalu pula seorang wanita bernama Sri Haningsih (biasa dipanggil Menik)
dengan segala pengorbanan melahirkan seorang bayi laki laki.
hasil buah pernikahannya dengan seorang pemuda bernama Mulyono Ganang Sungkowo (biasa dipanggil Ganang).

bayi tersebut diberi nama Puthut Wibowo.sekarang dia sudah besar.merantau ke Banjarmasin setelah lulus pendidikan di SMA Pakis.melanjutkan pendidikan di STIENAS Banjarmasin tapi belum lulus.dan dialah aku sekarang....


walau tak ada kado dan hadiah yang dialamatkan kepadaku,
walau tak ada satupun ucapan ulangtahun terucap dari keluargaku
dan teman temanku,tapi aku sangat bahagia hari ini..

dua hari yang lalu dapat kabar adikku lolos tes penerimaan TNI AD.
Alhamdulillah.....
hati hati ya dik...
kami dibelakangmu dan selalu mendukungmu.

Terima kasih Ibu Menik...
Terima Kasih Bapak Ganang....
dan Adikku Dwi "lemu" Pujianto.
Alhamdulillah.



share on facebook

Read More......

Solo Radio 92,9 FM


masa SMA ku banyak kuisi ndengerin radio.salah satu radio favoritku adalah SOloRadio 92,9 FM.

SOLORADIO 92,9 FM
Solo_radio menjadi media terbaik dalam mengartikulasikan ke-ayu-an Kota Solo dengan bahasa metropolitan, serta menjadi kebanggaan warga Solo.
solo_radio menjadi media interaksi terpercaya seluruh elemen masyarakat. solo_radio berperan aktif dalam upaya menjaga dan meningkatkan citra Kota Solo sebagai pusat perdagangan (busana) dan pusat olah-kanuragan, serta menampilkan keelokan kota dan sportifitas warganya dalam konsep siaran yang disebut : famous, fit & fashionable maknanya : memasyarakatkan kepedulian kepada hal-hal yang bersifat kesehatan jasmani & rohani, menjunjung tinggi sikap sportif, menjaga keelokan diri dan kotanya ( ngadi saliro dan ngadi busana ), dan akan bermuara pada Kota & masyarakat Solo yang misuwur lan monc�r kuncaran.


Data Teknik Standard

*Pemancar, BE INC, USA, Solid State FM Transmitter
*FM Digital Audio Processor
*ERI, USA � 4 Bay Circularly FM Antenna
*Self Support Tower, 80 meter
*Audiotronics, USA � 12 CH Audio Mixer
*Digital Radio Automation Systems
*Digital Audio Workstation For Radio Production



Data Teknik Unggulan :
Selain menggunakan peralatan siaran professional berstandard International.
solo_radio : famous, fit & fashionable menambahkan teknologi yang belum dimiliki radio siaran di Solo maupun Jawa Tengah yang memungkinkan Solo_Radio : famous, fit & fashionable melayani lebih baik, lebih akurat dan lebih cepat kepada pendengar maupun mitra bisnis.

Alamat Solo Radio 92,9 FM
Jl Menteri Supeno No 6 Surakarta 57139
Telp (0271) 731341 - 45 Fax. (0271) 738582
E-Mail : soloradio@soloradio.fm

artikel dari jogjastreamers.com

share on facebook

Read More......