Sugeng Rawuh Poro Tamu dumugi ing situs ipun mas Puthut Wibowo.....ampun di isin isin njihh,amargi niki taseh ajaran

Odong-Odong dan Hilangnya Dunia Anak




Tahu tukang odong-odong? Pastinya tahu dong, sebab permainan anak-anak yang satu ini memang tengah mengejala di seluruh wilayah. Tukang odong-odong ini memang unik dan cukup kreatif. Idenya patut diacungi jempol.

Dalam hati yang terdalam saya sangat berterima kasih dengan kehadiran tukang odong-odong. Apa alasan saya berterima kasih? Karena, lewat odong-odong saya teringat masa kanak-kanak saya. Lewat odong-odong pula anak-anak kembali dikenalkan dengan lagu anak-anak seusianya. Sesuatu yang sekarang serasa menghilang di tengah derasnya lagu-lagu dewasa.

Jaman kecil, sangat marak lagu anak-anak yang di sajikan TVRI. Bu Kasur, Pak Kasur, Papa T. Bob, dll merupakan pengarang lagu anak-anak yang sangat kreatif dan mendidik. Misal, Bintang kecil, di langit yang biru... bla bla.... Lagu itu mengajarkan anak tentang pengetahuan isi alam. Contoh lain: Cicak-cicak di dinding... diam-diam merayap.... ada seekor nyamuk, hep lalu ditangkap. Lagu itu sekilas ga ada maknanya, namun kalo kita nyanyikan di depan balita, kabarnya akan sangat membantu kecerdasan motorik dan membuat dia ketawa atau senyum karena ada kata: hep! Dengan intonasi tinggi, sehingga si kecil jadi tertarik. Belum lagi lagu itu mengenalkan tentang jenis binatang cicak yang hidupnya di dinding-dinding rumah dengan merayap... dan seterusnya. Pokoke, banyak deh lagu anak-anak dulu yang memiliki muatan pendidikan.

Tetapi sekarang anak-anak kecil sudah dengan lantang menyanyikan lagu-lagu dengan tema perselingkuhan. Bayangkan ada anak usia 7 tahun yang dengan mantapnya menyanyi lagu dengan syair, “Jadikan aku yang kedua, buatlah diriku bahagia” ya tiba-tiba aja lagu-lagu anak-anak menghilang, digantikan dengan lagu-lagu dewasa dengan syair yang juga pastinya tidak pas dan tidak pantas buat anak-anak.

Dahulu kita mengenal penyanyi anak-anak seperti Tasya, setelah sebelumnya ada Trio Kwek-kwek, Melissa, Chikita, Meidy.., Sherina, dan lain-lain. Lagu sherina terakhir yang cukup bagus adalah andai aku tlah dewasa. Tapi sayangnya setelah mereka besar tidak ada pelanjut yang meneruskan, maka sekarang anak-anak menjadikan ungu, peterpan, nidji, kangen band sebagai idola baru. Akibatnya, banyak anak kecil yang hafal syair lagu orang dewasa, minimal mereka tahu reff lagu-lagu dewasa yang lagi ngetop. Anak kecil umur 2,5 tahun dah hafal lagunya band MATTA.... Oo... kamu ketahuan, pacaran lagi! Mereka sangat hafal lagu: BCL, Ungu, Letto, Nidji, Samson, Peterpen, Mulan Jameela, Maia and Friends, dll..... Parahnya lagi, banyak orang tua mereka justru bangga kalo anaknya bisa nyanyi lagu-lagu orang dewasa. Sungguh ironi yang menyedihkan

Memang saat ini ada acara yang menyaring bintang-bintang baru dari dunia anak. Tetapi itu lagi semua hanya berbau bisnis. Maka anak-anak kembali dipaksa untuk tampil menyanyikan lagu-lagu bertema dewasa yang parahnya aksi dan dandanan panggung mereka coba disesuaikan dengan ban-band dewasa tersebut. Begitu sedih melihatnya ketika anak-anak kehilangan gaya spontannya, mereka telah diatur selayaknya robot.

Selain hilangnya lagu-lagu anak-anak juga kehilangan tontonan yang mendidik. Dulu banyak acara-acara anak-anak yang mendidik seperti film si unyil. Sekarang tidak jelas mana tontonan untuk orang dewasa dan mana yang untuk anak-anak. Maka tidak heran ketika tontonan smackdown yang sejatinya tidak layak di tonton oleh anak-anak, menjadi tontonan favorit. Yang parah ketika apa yang mereka tonton dari tayangan tersebut mereka tirukan dengan kawan-kawan sekolahnya yang menyebabkan banyak jatuhnya korban baik yang meninggal maupun yang hanya cedera.

Fenomena ini sesungguhnya tidak baik dan harus segera di cari solusinya. Sebetulnya kalau mau jujur masa kanak-kanak adalah masa-masa pembentukan dan perkembangan diri seorang manusia. Apa yang dialami di dunia anak-anak akan mengendap dalam otak bawah sadarnya biasanya akan terbawa dan mempengaruhi pembentukan masa depannya. Ya, anak-anak adalah peniru yang baik. Seperti dalam tayangan sebuah iklan televisi, mereka akan cepat menirukan apa yang mereka lihat

Dulu sekali, ketika TVRI masih satu-satunya stasiun televisi di negeri ini, tidak banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya di depan televisi. Mereka lebih senang berkeliaran di lapangan bola, main mobil-mobilan di lapangan, atau bernyanyi-nyanyi kecil di bawah sinar purnama (oh indahnya). Mereka bermain bersama-sama, tertawa, dan tidak jarang pula bertengkar. Keadaan sudah berubah kini, sudah lain sama sekali. Saat ini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, entah itu menonton film atau bermain playstation. Petak umpat, galasin, tok kadal, dan permainan anak-anak lainnya kini mulai hilang (khusus di Jakarta, saya tidak tahu di kota sahabat lainnya), mulai jarang ditemukan lagi (bahkan mungkin sudah punah).

Kini teknologi menggantikan itu semua Aneka produk permainan, mulai dari Nintendo, playstation, x-box, hingga game-game PC merebak dipasaran. Semuanya menggiurkan dan tentunya mengasyikan. Namun dampak dari game-game tersebut rupanya banyak dikhawatirkan orang. Terutama pengaruh game tersebut pada perkembangan psikologis anak.

Belum lagi godaan dunia maya yang sangat ampuh. Dimana filterisasi sangat tipis. Hingga banayak conten-conten yang seharusnya miliki orang dewasa, menjadi tontonan sekaligus tuntanan anak-anak sekarang Banyak orang tua yang mengeluhkan anak mereka yang sering lupa waktu. Mereka jadi sulit perintah, sulit disuruh dan selalu menunda-nunda tugas sekolah. Mereka banyak tumbuh menjadi makhluk-makhluk individualis yang jarang bermain keluar dan bersosial dengan anak-anak lainnya
Anak-anak seharusnya memang dibiarkan bermain bebas bersama kawan-kawannya. Karena dengan begitu mereka akan belajar bersosialisasi, beradaptasi, dan belajar memahami bahwa di luar sana banyak sekali perbedaan yang harus mereka terima. Juga agar mereka menyadari bahwa hidup tidaklah sesempit ruang kamar dan layar televisi. Tidak hanya itu, mereka juga harus belajar untuk bekerja sama dengan kawan-kawannya.

Ya, kita memang bicara idealisme, bagaimana anak-anak kita bisa didik dengan baik dan dengan sentuhan yang mengena. Tapi kalo berhadapan dengan para pencari untung bisnis, ya susah! Ah, kok jadi panjang lebar ya.... udah ah, tukang odong-odongnya udah pergi tuh .

artikel oleh Ahmad Syakib


share on facebook

No comments:

Post a Comment